Wednesday, February 26, 2014

PERESMIAN WALE NATI NARKOBA


Rabu, 26 Februari 2014 Tepat Pukul 14.30 Wale Anti Narkoba di Kecamatan Tompaso diresmikan penggunaannya oleh Ketua SIKIB (Solidaritas Isteri Kabinet Indonesia Bersatu) Ibu Djoko Suyanto. Sebelumnya dilaksanakan pengobatan cuma cuma disponsori SCTV Peduli
Wale Anti Narkoba ini sendiri pembangunannya disponsori oleh Irjen Pol (Purn) Dr. Benny Mamoto dan berlokasi di Wale Padior.
Dengan keberadaan Wale Anti Narkoba ini maka generasi muda dapat menjauhkan diri dari narkoba itu sendiri.
Acara berlangsung dengan baik dimeriahkan oleh atraksi penampilan seni budaya Sulawesi Utara dan dihadiri oleh SIKIB, BNN, Karo Pembangunan Prov.Sulawesi Utara, Bupati Minahasa, Drs. Jantje Wowiling Sajow, Camat Tompaso dan Tompaso Barat, Para Hukum tua dan seluruh lapisan masyarakat yang ada.

LOMBA DESA TINGKAT KABUPATEN MINAHASA

  
       Berdasarkan PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI. NOMOR 13 TAHUN 2007. TENTANG. PENYELENGGARAAN PERLOMBAAN DESA DAN KELURAHAN maka pada tanggal 24-28 Februari dilaksanakan Lomba Desa Tingkat Kecamatan Tompaso Barat dengan penilaian berdasarkan 8 indikator penilaian dalam lomba desa/kelurahan, yaitu pendidikan, kesejahteraan masyarakat, ekonomi masyarakat, keamanan-ketertiban, partisipasi masyarakat, pemerintahan, lembaga kemasyarakatan dan pemberdayaan kesejahteraan keluarga.  Ke-8 indikator penilaian itu merupakan upaya untuk memfasilitasi kebutuhan masyarakat dalam mencapai taraf hidup yang lebih baik.

      Tim penilai ini terdiri dari 2 tim, masing-masing dari unsur pemerintah kecamatan, penilai dari UPTD/UPTB, Berikutnya akan terpilih 1 desa yang akan berkompetisi di tingkat Kabupaten berdasarkan rangking tertinggi. Tim penilai hanya menetapkan 1 desa dengan rangking tertinggi untuk diikutkan ke lomba desa tingkat Kabupaten Minahasa. 


Sunday, February 16, 2014

KEBERSAMAAN, 17 FEBRUARI 2014

 Kebersamaan itu penting apalagi dalam organisasi dengan latar belakang karakter yang berbeda beda,hal ini yang coba dibangun oleh PNS Kantor Camat Tompaso Barat. Mensiasati jam kerja mulai pukul 08.00-16.00 Wita setiap hari maka difungsikanlah salah satu ruangan yang ada menjadi " dapur kecil ". Kebetulan alat masak dan alat makan sudah lumayan lengkap . Prinsipnya menu yang dimasak murah meriah , bayangkan saja uang sejumlah Rp. 50.000 boleh memberi makan seisi kantor sampai kenyang dan puas. Yang penting " makan sebelum lapar, berhenti sebelum kenyang " kata sekdes hendra. Jadi kalau jam istirahat Pegawai ndak usah takut kena maag, beralasan pulang makan padahal so pulang betul , tidak balik lagi kekantor. Jikalau suasana kantor terjamin dan mudah mudahan "enjoy" terus maka pastilah akan bermuara pada peningkatan kualitas kerja. Semoga
 Komandan chef : "Myni Lalujan"

 Menunya memuaskan, antri dong.

REVIEW UNDANG UNDANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN YANG BARU

Posted by Idamanseo At 6:16 PM
Label: Nasional

Presiden Teken UU Adminduk, Kini Pelayanan KTP, KK, dan Akta Kelahiran Semua Gratis

Dalam rangka peningkatan pelayanan Administrasi Kependudukan (Adminduk) sesuai dengan tuntutan pelayanan yang profesional, memenuhi standar teknologi informasi, dinamis, tertib, dan tidak diskriminatif, serta mempertimbangkan kewajiban negara untuk memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status hukum, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 24 Desember 2013 lalu, telah menandatangani dan mengesahkan berlakunya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

Dalam UU ini ditegaskan, bahwa pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) berkewajiban menyediakan blanko KTP Elektronik (KTP-el) bagi kabupaten/kota, dan menyediakan blanko dokumen kependudukan selain blanko KTP-el melalui Instansi Pelaksana yaitu pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab dan berwenang melaksanakan pelayanan dalam urusan Adminduk.

Adapun pemerintah provinsi berkewajiban memberikan bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. Sedang pemerintah kabupaten/kota berkewajiban dan bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pelayanan masyarakat di bidang Administrasi Kependuduk, dan penugasan kepada desa untuk menyelenggarakan sebagian urusan Administrasi Kependudukan berdasarkan asas tugas pembantuan.

Undang-Undang ini menegaskan, pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan urusan Administrasi Kependudukan wajib memberikan pelayanan yang sama dan profesional kepada setiap penduduk; mencetak, menerbitkan, dan mendistribusikan Dokumen Kependudukan; dan menjamin kerahasiaan dan keamanan data atas Peristiwa Kependudukan (kejadian yang dialami pendduk yang harus dilaporkan karena membawa akibat terhadap penerbitan atau perubahan Kartu Keluarha, Kartu Tanda Penduduk, dan/atau surat keterangan kependudukan lainnya) dan Peristiwa Penting (kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak dan perubahan nama atau kewarganegaraan).

"Kewajiban memberikan pelayanan untuk pencatatan nikah, talak, cerai dan rujuk bagi penduduk yang beragama Islam pada tingkat kecamatan dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA Kecamatan," bunyi Pasal 8 Ayat (2) UU ini.

Adapun pelayanan pencatatan sipil pada tingkat kecamatan dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Instansi Pelaksana dengan kewenangan menerbitkan Akta Pencatatan Sipil.

Wajib Dilaporkan

Menurut Pasal 27 UU No. 24/2013 ini, setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana setempat paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran. Berdasarkan laporan tersebut, Pejabat Pencatatan Sipil mencatat Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.

"Pelaporan yang melampaui batas waktu 60 hari sejak tanggal kelahiran, pencatatan dan penerbitan Akta Kelahiran dilaksanakan setelah mendapatkan keputusan Kepala Instansi Pelaksana setempat," bunyi Pasal 32 Ayat (1) UU ini.

Demikian pula, setiap kematian wajib dilaporkan oleh ketua rukun tetangga atau nama lainnya di domisili penduduk kepada Instansi Pelaksana setempat paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal kematian. Selanjutnya, berdasarkan laporan tersebut, Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kematian dan menebritka Kutipan Akta Kematian.

"Dalam hal terjadi ketidakjelasan keberadaan seseorang karena hilang atau mati tetapi tidak ditemukan jenazahnya, pencatatan oleh Pejabat Pencatatan Sipil baru dilakukan setelah adanya penetapan pengadilan," bunyi Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 ini.

Adapun pengakuan anak wajib dilaporkan oleh orang tua pada Instansi Pelaksana paling lambat 30 hari sejak tanggal surat pengakuan anak oleh ayah dan disetujui oleh ibu dari anak yang bersangkutan. "Pengakuan anak hanya berlaku bagi anak yang orang tuanya telah melaksanakan perkawinan sah menurut agama, tetapi belum sah menurut hukum negara," bunyi Pasal 49 Ayat (2) UU ini.

Sedangkan pengesahan anak, wajib dilaporkan oleh orang tua kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 hari sejak ayah dan ibu dari anak yang bersangkutan melakukan perkawinan dan mendapatkan akta perkawinan. Pengesahan anak, menurut UU ini, hanya berlaku bagi anak yang orang tuanya telah melaksanakan perkawinan sah menurut hukum agama dan hukum negara.

Wajib Miliki KTP

Pasal 63 Undang-Undang ini menegaskan, penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawain wajib memiliki KTP Elektronik (KTP-el). KTP sebagaimana dimaksud berlaku secara nasional.

Penduduk yang telah memiliki KTP-el, lanjut Pasal 63 Ayat (5) UU ini, wajib membawanya pada saat bepergian. Sementara pada Ayat (6) disbeutkan, penduduk hanya memiliki 1 (satu) KTP-el.

"Pengurusan dan penerbitan Dokumen Kependudukan (dokumen resmi yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan dari pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil) tidak dipungut biaya," tegas Pasal 79 A Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 ini.

Adapun Data Pribadi Penduduk yang harus dilindungi sesuai UU ini meliputi: a. Keterangan tentang cacat fisik dan/atau mental; b. Sidik jari; c. iris mata; d. tanda tangan; dan e. Elemen data lainnya yang merupakan aib seseorang.

Sumber: www.setkab.go.id

SEPUTAR PENCABUTAN SK P4

Surat Keputusan Petugas Pembantu Pencatat Perkawinan (P4) sejak tahun 2014 ini tidak lagi berlaku alias dicabut. Hal ini menyusul UU nomor 23 tahun 2006 jo UU nomor 24 tahun 2013 yang ditindaklanjuti Surat Edaran Gubernur Sulut SH Sarundajang yang mendukung pencabutan SK PS tersebut.
Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Riviva Maringka kepada Berita Manado Jumat (24/1/2014) mengatakan bahwa dengan adanya keputusan tersebut, maka pihak-pihak dari kalangan pimpinan agama (terkecuali muslim) yang selama ini bisa melakukan pencatatan perkawinann kini tidak lagi.
“Jadi para pendeta dan pastor hanya melakukan tugas mereka yaitu pemberkatan pernikahan. Sementara untuk pencatatan pernikahan itu sendiri akan dilayani oleh petugas dari Dispencapil yang sudah diberi kewenangan. Hal itu bisa dilakukan di kantor maupun diundang ke gereja,” ungkap Maringka. 
Surat Edaran Gubernur  ini telah ditindaklanjuti salah satunya oleh GMIM.
Berikut ini Surat Edaran dari BPMS GMIM tentang Pencabutan SK Gubernur Tentang Pencatat Perkawinan
Yang Terhormat :
Para Pendeta GMIM pemegang Surat Keputusan Gubernur Sulut tentang Pembantu Pegawai Pencatat Perkawinan
Di Tempat
Salam sejahtera!
Memperhatikan Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Utara Nomor 122 Tahun 2013 tanggal 27 Mei 2013 tentang pencabutan Keputusan Gubernur Sulawesi Utara tentang Pengangkatan Pemuka-Pemuka Agama sebagai Pembantu Pegawai Pencatat Perkawinan bagi umat Kristen,
Hindu, Budah di Provinsi Sulawesi Utara dengan demikian pendeta-pendeta GMIM yang memegang Surat Keputusan Gubernur sebagai tenaga P4 (Pembantu Pegawai Pencatat Perkawinan) berlaku ketentuan sebagai berikut:
1 . Dengan dikeluarkannya SK Gubernur tersebut di atas maka tugas para pendeta sebagai pemegang SK P4 tidak berlaku lagi.
2 . Berkenan dengan butir 1 di atas maka kami menghimbau kepada para pendeta GMIM pemegang SK P4 supaya melaksanakan peneguhan dan pemberkatan nikah yang telah di catat oleh petugas Kantor Catatan Sipil Kabupaten/Kota.
Demikian Penyampaian ini untuk menjadi panduan dalam pelaksanaan peneguhan dan pemberkatan nikah di wilayah pelayanan GMIM.
         Dalam realitanya di Kecamatan Tompaso Barat maka Ketua BPMW GMIM Wilayah Tumompaso Dua (almh. Pdt. Mawuntu Pitoy,STh) sejak diterimanya edaran dari Sinode GMIM pada pertengahan tahun 2013 telah menindaklanjutinya. Memang pencabutan SK ini minim sosialisasi sehingga menimbulkan masalah khususnya kepada pasangan yang akan menikah. Terjadi kebingungan siapa yang akan mengumumkan pernikahan dan mencatat pernikahan. Bagaimana prosedurnya, biaya dan lain sebagainya.  Dari konsultasi pihak kecamatan ke Disdukcapil Minahasa ternyata masih diberi kelonggaran kepada Pendeta untuk melaksanakan tugas sebagai Pencatat Pernikahan sampai akhir desember sambil menunggu ketentuan selanjutnya. Dalam perkembangannya di tahun 2014 ini pihak kecamatan masih menunggu surat juknis ataupun juklak tentang P4 untuk disosialisasikan secara jelas dan transparan kepada masyarakat di desa desa khususnya yang akan mempersiapkan pernikahan. Petugas P4 memang adalah petugas yang  dilantik untuk melaksanakan tugas P4, sementara di kecamatan petugas P4 tidak ada. Otomatis mengambil petugas dari Disdukcapil kabupaten. 
               Barangkali dalam menciptakan pelayanan publik yang baik, efektif dan efisien, sekaligus menindaklanjuti " semangat "  Undang-Undang (UU) Administrasi Kependudukan (Adminduk) baru yaitu Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dimana salah satunya menyampaikan Pelayanan KTP, KK, dan Akta Kelahiran Semua Gratis maka ada baiknya ada kewenangan yang diberikan pemerintah kabupaten kepada pemerintah kecamatan dalam hal  petugas P4 yang berasal dari kecamatan yang ditunjuk atau diangkat, dilatih dan dilantik sesuai SK. Mobilitas petugas P4  dari PNS kecamatan pasti menguasai wilayah dan otomatis akan menekan biaya yang ditimbulkan dari pengurusan perkawinan yang "naik".  Salam Minahasa harus berubah.

Thursday, February 13, 2014

MUSREMBANG TOMPASO BARAT



Hari jumat, 14 Februari 2014 dilaksanakan Musrembang Kecamatan Tompaso Barat dibalai desa Tonsewer yang diintegrasikan dengan MAD Penetapan Usulan PNPM-MP. Waktu 1 hari pelaksanaan memang terasa sangat singkat dan terkesan “dipercepat” . Mekanisme penetapan usulan prioritas kecamatan berdasarkan dokumen hasil musrembang desa hanya ditanyakan saja dalam forum kepada hukum tua, dari 2 atau 3 atau 4 dan selebihnya usulan bidang sarana prasarana hukum tua menentukan 1 (satu) usulan prioritas. Yang menjadi alot adalah penetapan lokasi puskesmas Tompaso Barat antara Pinabatengan dan Tonsewer. Yang pertama mengangkat dan mengusulkan adalah desa Pinabetengan tapi dalam Musrembang ini peserta dari Tonsewer memberi argument lokasi yang strategis yaitu di Tonsewer. Diputuskan melalui musyawarah usulan lokasi adalah desa Pinabetengan.  Dilanjutkan dengan MAD Penetapan usulan PNPM-MP  yang memang harus mengikuti PTO PNPM yang “harga mati”. Dari tahun ke tahun memang “sistem perangkingan” PNPM-MP  dirasa tidak tepat  untuk diterapkan disini, karena tidak ada unsur keadilan. Yang terjadi dalam MAD Prioritas Usulan sebenarnya bukan lagi proritas tapi loby loby. Mekanisme dan aturan memang jalan tapi  tinggal formalitas , desa mana kuat loby pasti dapat. Seharusnya juga dalam prioritas usulan harus ada unsur keadilan dan juga memberi kesempatan kepada desa lain yang belum tersentuh. Artinya harus ada evaluasi dan data Proyek dan Program fisik yang masuk di desa desa tahun sebelumnya untuk menjadi pertimbangan prioritas usulan. Kalau tidak bisa saja ada kemungkinan dalam 1 periode kepemimpinan hukum tua tidak pernah ada alokasi PNPM-MP, Integrasi , PPIP apalagi Proyek APBD. Belum lagi kalau sangsi program karena tunggakan SPP berjalan.  Alokasi kegiatan ke desa juga harus mempertimbangkan faktor punishment dan reward kepada desa. Jadi ada penilaian kinerja pemerintah desa dalam melaksanakan program dan anggaran sebagai pertimbangan alokasi kegiatan di desa. Contoh desa yang menunggak PBB rasanya tidak adil kalau penetapan PBB misalkan Rp. 10.000.000 tidak bisa dilunasi , justru ternyata desa ini mendapat alokasi PPIP Rp. 250.000.000. Keadilan memang perlu  dalam pembangunan dan ini perlu ketegasan dan komitmen bersama untuk bagaimana memajukan desa. Proses pengusulan kegiatan memang bagi masyarakat terasa “ jauh api dari panggang” tak jarang muncul ungkapan sudah 100 kali diusul, disampaikan dalam musrembang, masa reses DPRD, satu pun tidak pernah diperhatikan dengan alasan keterbatasan APBD. Kalau seperti ini tak heran jika minat kehadiran/ partisipasi  masyarakat dalam musrembang, atau  reses DPRD  menurun, jangan sampai menuju pada kehilangan kepercayaan masyarakat.
Kedepan memang pelaksanaan Musrembang tetap harus berjalan dengan aturan yang ada. Menjadi pekerjaan rumah  bagaimana menciptakan formulasi  supaya ada kejelasan dengan usulan yang disampaikan  dan juga harus memenuhi unsur keadilan dan pemerataan pembangunan. Jangan lagi ada kekecewaan dari masyarakat kepada pemerintah desa yang dinilai tidak mampu untuk memperjuangkan nasib rakyat.



















Monday, February 10, 2014