Saturday, November 2, 2013

Wulan Waraney Tompaso Barat 2013

 
 
Dalam rangka HUT Minahasa tahun 2013 maka Pemerintah Kecamatan Tompaso Barat telah mengutus Wulan dan Waraney perwakilan dari desa Pinabetengan Utara.

TIM SEPAKBOLA U-17 KECAMATAN TOMPASO BARAT



 
Dalam rangka pembinaan Generasi Muda maka salah satu kegiatan adalah melalui olaraga sepak bola dimana Tim Sepak Bola U-17 Tompaso Barat yang telah berpartisipasi dalam HUT Minahasa tahun 2013.

KUNJUNGAN LAPANGAN DI INSTITUT SENI BUDAYA SULAWESI UTARA TOMPASO

 Pusat Kebudayaan Sulawesi Utara PA'DIOR
 
 Bersama Ketua ISBU Sulawesi Utara Dr. Benny Josua Mamoto SH, Msi
ketika meninjau Museum Budaya Minahasa
 

 Pagelaran Seni Budaya Anti Narkoba di Pusat Kebudayaan Sulawesi Utara PA'DIOR
 
 
 Tanaman yang telah dikembangkan di kompleks ISBU yaitu
ROSELA(Hisbiscus sabdariffa L.).
Dari segi kesehatan, ternyata Rosela mempunyai manfaat untuk pencegahan penyakit. Menurut penelitian , bunga rosella, terutama dari tanaman yang berkelopak bunga tebal misalnya Rosela Merah berguna untuk mencegah penyakit Kanker dan Radang, mengendalikan tekanan darah, melancarkan peredaran darah dan melancarkan buang air besar.
Kelopak bunga Rosela dapat diambil sebagai bahan minuman segar berupa sirup dan teh, selai dan minuman, terutama dari tanaman yang berkelopak bunga tebal, yaitu Rosela Merah. Kelopak bunga tersebut mengandung vitamin C, vitamin A, dan asam amino. Asam amino yang diperlukan tubuh, 18 diantaranya terdapat dalam kelopak bunga Rosela, termasuk arginin dan legnin yang berperan dalam proses peremajaan sel tubuh. Selain itu, Rosela juga mengandung protein dan kalsium.
 
 
 
Ketua ISBU Dr. Benny Josua Mamoto SH, Msi sedang menunjukkan kepada staf kecamata Tompaso Barat  tanaman GAHARU (Aquilaria malacensis).yang sementara dibudidayakan di SULUT GREEN DAN ORGANIC kompleks ISBU.
 
Mengenal GAHARU.
Gaharu yang berasal dari pohon Aquilaria spp dikenal di Indonesia sejak 1200 tahun yang lalu pada zaman pemerintahan Hindia Belanda. Gaharu sebagai salah satu hasil hutan bukan kayu merupakan komoditi yang potensial di Indonesia. Indonesia termasuk pemasok utama kayu gaharu selain Malaysia, Singapura, Thailand dan India. Di Indonesia, gaharu dikenal dengan beberapa nama seperti Garu Tanduk di Kalimantan, Mengkaras Putih di Sumatera dan Kikaras di Sunda.

   JENIS POHON GAHARU DI INDONESIA
Di Indonesia  damar gaharu dapat ditemukan pada 6 jenis Aquilaria spp, yaitu :
1.       Aquilaria malaccensis
Banyak ditemukan di Sumatera (Sibolangit, Riau, Bangka dan Palembang) dan Kalimantan. Jenis ini merupakan penghasil gaharu yang memiliki kualitas paling baik.Pohonnya besar, dengan tinggi mencapai 40 m dan diameter 60 cm. Daun berseling, elips, dengan urat daun bagian bawah halus. Bunga berukuran 5-6 mm berupa tabung.  Buah bundar gepeng berkulit tebal.
2.    Aquilaria beccariana
Umumnya terdapat di Kalimantan tetapi terdapat juga di Sumatera. Tinggi pohon 40 m dengan diameter 60 cm. Daun bundar telur elips melebar. Bunga berupa tabung berukuran 1 cm. Buah berupa gelendong menyempit pada kedua ujungnya.
3.    Aquilaria microcarpa
Tersebar di Sumatera (Palembang, Riau, Bangka dan Belitung) dan Kalimantan.Tinggi Pohon 40 m dengan diameter 80 cm. Buah bulat lonjong berukuran 1 cm.
.  4.    Aquilaria hirta
   Penyebarannya di Kepulauan Riau. Jenis pohon ini kecil dengan tinggi hingga 15 m dan diameter 17   
   cm.
 5.     Aquilaria filaria
   Umumnya dijumpai di wilayah Indonesia bagian Timur (Maluku dan Papua). Pohonnya berukuran   
   sedang dengan ketinggian hingga 17 m dan diameter 50 cm.
 6.    Aquilaria cumingiana
  Penyebarannya di Kalimantan Tengah dan Maluku. Pohonnya kecil dengan ketinggian hingga 5 m. 
  Belum diketahui apakah jenis ini dapat menghasilkan gaharu. Pemanfaatannya sebagi obat malaria dan
  menghentikan pendarahan.

MACAM-MACAM GAHARU
   Dalam perdagangan dikenal ada dua macam gaharu yaitu :
1.      Gaharu Buaya, beraroma menyan, mempunyai serat kasar, berat dan berwarna coklat kehitamnan
2. Gaharu Biasa, beraroma lembut, tekstur halus dan bentuknya bermacam-macam. Secara alamiah produksi gaharu terbagi atas :
           a.    Gubal Gaharu
       Berbentuk lempeng, mangkok dan bulat.
       Kualitas: Super, AB, BC, A dan gumbil gaharu.
           b.    Kemedangan
       Jenis: Sabah, Biasa, Macan, Minyak dan Serbuk                                                

PROSES TERJADINYA GUBAL GAHARU
Terjadinya gubal pada pohon Aquilaria disebabkan proses alih microbia yang berbentuk seperti kutu berwarna putih dan ulat kecil berwarna kekuningan, juga karena stimulasi beberapa jenis jamur (Aspergillus, Penicillium, Fusarium dan Popularia)
  
Karakteristik Pohon Aquilaria yang mengandung gubal gaharu adalah :
-          Adanya ranting atau cabang yang patah.
-          Banyaknya daun pohon yang rontok.
-          Kulit pohon terputus-putus bila ditarik.

PENGOLAHAN  GAHARU
Pohon Aquilaria yang telah memenuhi salah satu karakteristik pohon yang sudah ada gubalnya, dapat ditebang. Setelah dibersihkan daun dan kulitnya, cabang pohon lalu dibersihkan dengan pisau khusus untuk menghilangkan lapisan kayu berwarna putih sampai didapat gubalnya.

Proses Pembuatan hio/dupa/setangi :
Abu gaharu jelek dicampur abu lengket dengan perbandingan 1:10 dicampur dengan aromatik lainnya, diaduk rata kemudian dicetak dengan bentuk tergantung pesanan.

Proses Pembuatan Minyak Gaharu :
Umumnya Kemedangan Sabah atau jenis kayu tenggelam (gumbil gaharu) digiling halus, direndam dengan air sebagai media samapai terjadi fermentasi (15 – 20 hari). Kemudian dilakukan proses destilasi dengan temperatur maximum                  80ยบ sehingga dihasilkan minyak. Pemisahan air dengan minyak menggunakan sepator, sehingga dihasilkan minyak gaharu.

PRODUK GAHARU
Aroma wangi yang dihasilkan oleh pembakaran kayu gaharu memiliki nilai yang tinggi sejak ribuan tahun yang lalu. Gaharu yang berasal dari pohon Aquilaria  dapat dimanfaatkan untuk berbagai kerperluan.  Beberapa produk gaharu yang sering dimanfaatkan adalah sebagai berikut :

1.       Dupa atau Menyan
Dupa diperoleh dari pembakaran kayu gaharu. Dupa ini banyak digunakan dalam berbagai upacara keagamaan (agama Hindhu, Budha dan Konghucu), untuk upacara minum teh di Jepang  atau diletakkan dalam pembakaran mayat di Thailand.

2.   Parfum
Minyak gaharu yang diperoleh dari proses destilasi merupakan bahan dasar untuk pembuatan minyak wangi atau parfum.

3.    Obat
Aroma gaharu dapat pula digunakan untuk penyembuhan beberapa penyakit seperti penyakit kanker, asma, cholic dan gangguan pernapasan serta dapat pula digunakan untuk pengobatan pada ibu-ibu saat menjelang dan sesudah melahirkan.

.     Bahan Konstruksi
Batang pohon Aquilaria spp. yang tidak ikut membusuk (karas) dapat digunakan untuk pembuatan kotak, pintu dan konstruksi lainnya.

PERDAGANGAN  GAHARU

ATURAN PEMANFAATAN

Secara internasional pemanfaatan gaharu untuk keperluan perdagangan diatur oleh CITES (Convention on international Trade in Endangered Species of Wild Fauna dan Flora) yaitu suatu konvensi internasional mengenai perdagangan satwa dan tumbuhan yang terancam punah.

Semua jenis Aquilaria (Aquilaria malaccensis, Aquilaria beccariana, Aquilaria microcarpa, Aquilaria hirta, Aquilaria filaria dan Aquilaria cumingiana) termasuk dalam APENDIKS II CITES dimana jenis ini dapat diperdagangkan tetapi melalui pengaturan yang ketat.   Di Indonesia pemanfaatan kedua species gaharu ini diatur oleh pemerintah dimana pengambilannya dibatasi  (diatur dengan menggunakan kuota/jatah).


PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Harga eceran kayu gaharu bervariasi antara tiap negara dan hal ini juga tergantung pada kualitas kayu tersebut.  Sampai saat ini harga kayu gaharu dan perdagangan internasional masih sangat dipengaruhi fluktuasi harga di Amerika Serikat.

Malaysia adalah pemasok utama kayu gaharu di dunia yang kemudian disusul oleh Singapura.  Sementara Indonesia, Thailand dan India menempati posisi dibawahnya.

 Oleh : Tim Balai Besar KSDA Papua
           23 Nopember 2010


Tuesday, October 8, 2013


Walak Dan Pakasa'an

Oleh: Jessy Wenas
http://www.theminahasa.net/history/stories/pakasaanid.html

Walak dan Pakasa'an

Pengertian walak menurut kamus bahasa Tontemboan yang dikutip Prof G.A. Wilken tahun 1912 dapat berarti:
  1. Cabang keturunan
  2. Rombongan Penduduk
  3. Bahagian Penduduk
  4. Wilayah kediaman cabang keturunan.
Jadi Walak mengandung dua pengertian yakni Serombongan penduduk secabang keturunan dan wilayah yang didiami rombongan penduduk secabang keturuan.
Kepala walak artinya pemimpin masyarakat penduduk secabang keturunan,
Tu’ur Imbalak artinya wilayah pusat kedudukan tempat pertama sebelum masyarakat membentuk cabang-cabang keturuan.
Mawalak artinya membahagi tanah sesuai banyaknya cabang keturunan.
Ipawalak artinya membahagi tanah menurut jumlah anak generasi pertama, tidak termasuk cucu dan cicit.
Penelitian G.A. Wilken ini membantah laporan residen Belanda Wensel yang menulis bahwa arti kata Walak dari bahasa Melayu Balok karena Kapala Walak Minahasa harus menyediakan Balok kayu untuk pemerintah Hindi Belanda abad 18. Kata Walak adalah kata Minahasa asli di wilayah Tontemboan, Tombuluk, Tonsea dan Tondano. Jumlah Walak di Minahasa sebelum jaman Belanda tahun 1679 tidak kita ketahui, ketika Minahasa mengikat perjanjian dengan VOC Belanda, terdapat 20 Walak di Minahasa. Memasuki abad 19, jumlah Walak di Minahasa ada 27.
Penggabungan beberapa Walak yang punya ikatan keluarga dan dialek bahasa serta “Peposanan” membentuk satu “pakasa’an sehingga kepala-kepala Walak Pakasa’an Tombulu abad 17 haruslah keturunan dotu Supit, Lontoh dan Paat. Pakasa’an tertua menurut “A’asaren Tuah Puhuhna” tulisan J.G.F. Riedel tahun 1870 adalah Toungkimbut di wilayah selatan Minahasa sampai Mongondouw, Tountewoh di Tombatu sampai ke utara pantai Likupang disebelah timur Minahasa dan Tombulu dibelahan barat Minahasa dari Sarongsong sampai pantai utara Minahasa.
Menurut cerita beberapa tetua keluarga Minahasa, masih ada dua Pakasa’an dalam cerita tua Minahasa yang pergi ke wilayah Gorontalo (sekarang ini turunan opok Suawa) dan Tou-Ure yang tinggal menetap di pengunungan Wulur – Mahatus. Tou-Ure artinya orang lama. Menurut teori pembentukan masyarakat pendukung jaman batu besar atau “megalit” tulisan Drs. Teguh Asmar dalam makalahnya “Prasejarah Sulawesi Utara” tahun 1986. Jaman Megalit terbentuk sekitar 2500 tahun sebelum Masehi, contoh jaman batu besar adalah memusatkan upacara adat di batu-batu besar seperti Watu Pinawetengan. Jaman batu baru atau jaman Neoit di Sulawesi Utara dimulai tahun Milenium pertama sebelum masehi atau sekitar seribu tahun sebelum masehi. Contohnya pembuatan batu kubur Waruga. Pada waktu itu orang Minahasa yang berbudaya Malesung telah mengenal pemerintahan yang teratur dalam bentuk kelompok Taranak secabang keturunan misalnya turunan opok SoputanMakaliwe,MandeiPinontoanMamarimbing, pemimpin tertinggi mereka adalah yang bergelarMuntu-Untu, yang memimpin musyarah di Batu Pinwetengan pada abad ke – 7.
Pakasa’an Tou-Ure kemungkinan tidak ikut dalam musyawarah di Pinawetengan untuk berikrar satu keturunan Toar dan Lumimuut dimana semua Pakasa’an menyebut dirinyaMahasa asal kata Esa artinya satu, hingga Tou-Ure dilupakan dalam cerita tua Minahasa. Belum dapat ditelusuri pada abad keberapa pakasa’an Tountewo pecah dua menjadi Pakasa’an Toundanou dan Tounsea hingga Minahasa memiliki empat Pakasa’an . Yakni Toungkimbut berubah menjadi ToumpakewaToumbulukTonsea dan Toundanou. Kondisi Pakasa’an di Minahasa pada jaman Belanda terlihat sudah berubah lagi dimana Pakasa’an Tontemboan telah membelah dua wilayah Pakasa’an Toundanouw (lihat gambar) dan telah lahir pakasa’an TondanoTouwuntu dan Toundanou. Pakasa’anTondano teridiri dari walak KakasRomboken dan Toulour. Pakasa’an Touwuntu terdiri dari walak Tousuraya dan Toulumalak yang sekarang disebut Pasan serta Ratahan. Pakasa’an Toundanou terdiri dari walak Tombatu dan Tonsawang.

Walak dan Pakasa'an
Wilayah walak Toulouragak lain karena selain meliputi daratan juga membahagi danau Tondano antara sub-walak Tounour yakni Touliang dan Toulimambot. Yang tidak memiliki Pakasa’an adalah walak Bantik yang tersebar di Malalayang, Kema dan Ratahan bahkan ada di Mongondouw-walaupun etnis Bantik juga keturunan Toar dan Lumimuut. Menurut legenda etnis Bantik jaman lampau terlambat datang pada musyawarah di batu Pinawetengan. Ada tiga nama dotu Muntu-Untudalam legenda Minahasa yakni Muntu-Untu abad ke-7 asal Toungkimbut (Tontemboan). Muntu-Untu abad 12 asal Tonsea-menurut istilah Tonsea. Dan Muntu-Untu abad 15jaman Spanyol berarti ada tiga kali musyawarah besar di batu Pinawetengan untuk berikrar agar tetap bersatu.

Ratahan, Pasan, Ponosakan

Bahan data utama dari tulisan ini diambil dari buku terbitan tahun 1871. Pada awal abad 16 wilayah Ratahan ramai dengan perdagangan dengan Ternate dan Tidore, pelabuhannya disebut Mandolang yang sekarang bernama Belang. Pelabuhan ini pada waktu itu lebih ramai dari pelabuhan Manado. Terbentuknya Ratahan dan Pasan dikisahkan sebagai berikut; pada jaman raja Mongondouw bernama Mokodompis menduduki wilayah Tompakewa, lalu Lengsangalu dari negeri Pontak membawa taranaknya pindah ke wilayah “Pikot” di selatan Mandolang-Bentenan (Belang). Lengsangalu punya dua anak lelaki yakni Raliu yang kemudian mendirikan negeri Pelolongan yang kemudian jadi Ratahan, dan Potangkuman menikah dengan gadis Towuntu lalu mendirikan negri Pasan. Negeri Toulumawak dipimpin oleh kepala negeri seorang wanita bersuami orang Kema Tonsea bernama Londok yang tidak lagi dapat kembali ke Kema karena dihadang armada perahu orang Tolour. Karena orang Ratahan bersahabat dengan Portugis maka wilayah itu diserang bajak laut “Kerang” (Philipina Selatan) dan bajak laut Tobelo.
Kepala Walak pada waktu itu bernama Soputan mendapatkan bantuan tentara 800 orang dari Tombulu dipimpin Makaware dan anak lelakinya bernama Watulumanap. Selesai peperangan pasukan Tombulu kembali ke Pakasa’annya tapi Watulunanap menikah dengan gadis Ratahan dan menjadi kepala Walak menggantikan Soputan yang telah menjadi buta. Antara Minahasa dengan Ternate ada dua pulau kecil bernama Mayu dan Tafure. Kemudian kedua pulau tadi dijadikan pelabuhan transit oleh pelaut Minahasa. Waktu itu terjadi persaingan Portugis dan Spanyol dimana Spanyol merebut kedua pulau tersebut. Pandey asal Tombulu yang menjadi raja di pulau itu lari dengan armada perahunya kembali ke Minahasa, tapi karena musim angin barat lalu terdampar di Gorontalo. Anak lelaki Pandey bernama Potangka melanjutkan perjalanan dan tiba di Ratahan. Di Ratahan, dia diangkat menjadi panglima perang karena dia ahli menembak meriam dan senapan Portugis untuk melawan penyerang dari Mongondouw di wilayah itu. Tahun 1563 diwilayah Ratahan dikenal orang Ternate dengan nama “Watasina” karena ketika diserang armada Kora-kora Ternate untuk menhalau Spanyol dari wilayah itu (buku “De Katholieken en hare Missie” tulisan A.J. Van Aernsbergen). Tahun 1570 Portugis dan Spanyol bersekongkol membunuh raja Ternate sehinga membuat keributan besar di Ternate. Ketika itu banyak pedagang Islam Ternate dan Tidore lari ke Ratahan. Serangan bajak laut meningkat di Ratahan melalui Bentengan, bajak laut menggunakan budak-budak sebagai pendayung. Para budak tawanan bajak laut lari ke Ratahan ketika malam hari armada perahu bajak laut dirusak prajurit Ratahan – Pasan.
Kesimpulan sementara yang dapat kita ambil dari kumpulan cerita ini adalah
  1. Penduduk asli wilayah ini adalah Touwuntu di wilayah dataran rendah sampai tepi pantai Toulumawak di pegunungan, mereka adalah keturunan Opok Soputanabad ke-tujuh.
  2. Nama Opok Soputan ini muncul lagi sebagai kepala walak wilayah itu abad 16 dengan kepala walak kakak beradik Raliu dan Potangkuman
  3. .
  4. Penduduk wilayah ini abad 16 berasal dari penduduk asli dan para pendatang dari Tombulu, Tompakewa (Tontemboan), Tonsea, Ternate dan tawanan bajak laut mungkin dari Sangihe.
Peperangan besar yang melanda wilayah ini menghancurkan Pakasa’an Touwuntu yang terpecah menjadi walak–walak kecil yang saling berbeda bahasa dan adat kebiasaan yakni RatahanPasanPonosakan. Masyarakat Kawanua Jakarta mengusulkan agar wilayah ini dikembalikan lagi menjadi Pakasa’an dengan satu nama Toratan (Tou Ratahan-Pasan-Ponosakan). Karena negeri-negeri orang Ratahan, Pasan, Ponosakan saling silang, berdekatan seperti butir padi, kadele dan jagung giling yang diaduk menjadi satu. Penduduk wilayah ini memang sudah kawin-mawin sejak pemerintahan dotu Maringka akhir abad 18.

FORM F 2-02 DAN FORM F-1.06



PENGURUS BKSAUA KECAMATAN TOMPASO BARAT

 Pengurus BKSAUA Kecamatan Tompaso Barat :
Ketua : Pdt. J.J Mawuntu Pitoy, STh (GMIM)
Sekretaris : Gbl. Mondoringin (GPdI)
Bendahara : Pdt. Kolompoy (GKMI)


 Suasana Ibadah Bersama Pemerintah Kecamatan dan Pengurus BKSAUA
pada Senin, 07-10-2013


PETA DESA DI KECAMATAN TOMPASO BARAT

 PETA DESA PINAESAAN

 PETA DESA TONSEWER

 PETA DESA PINABETENGAN

PETA DESA TOUURE

Thursday, October 3, 2013

Apel PNS Kantor Camat Tompaso Barat



Dalam rangka HUT Provinsi Sulawesi Utara ke 49 Tahun 2013 maka dilaksanakan Apel Korpri di Kantor Camat Tompaso Barat

KEBERSAMAAN PNS KANTOR CAMAT TOMPASO BARAT




Indahnya kebersamaan itulah yang harus terus dilaksanakan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai PNS di Kantor Camat Tompaso Barat. Kerja harus serius , profesional dan tuntas tapi ada saat juga ketika pimpinan dan staf membangun kebersamaan sehingga semangat juang dalam bekerja tetap terpelihara seperti saat memasak bersama dan makan bersama PNS Kantor Camat Tompaso Barat.

PROGRAM KEBERSIHAN



Kerja, kerja, dan kerja bakti . Sejak kepemimpinan Camat Tompaso Barat Dra. Meike Rantung maka salah satu program utama adalah menciptakan lingkungan sehat dan bersih . Bersama dengan Tripika maka program ini secara rutin setiap minggu dilaksanakan, seperti kegiatan memungut sampah di sepanjang jalan protokol yang melintasi wilayah kecamatan Tompaso Barat. Kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan memang masih kurang, lebih mudah untuk melempar botol botol minuman, plastik makanan  ke jalan daripada ke tempat sampah. Keteladanan harus dimulai dari pihak pemerintah.

SPC PNPM -MP KECAMATAN TOMPASO BARAT TAHUN 2013



Thursday, September 19, 2013

PNS KANTOR CAMAT TOMPASO BARAT


PNS Kantor Camat Tompaso Barat 
Baris Depan dari Kanan : Vera Toar , SE ( Kasubag Keuangan ), Joula Mamesah, ST ( Kasie. PMD), Stefri Pandey, ST (Sek-Cam), Dra.Meike M. Rantung (Camat), Ellen Kaparang, SE (Pelaksana), Myni Lalujan, SE (Kasie. Kesos), Cherly Manongko, SE ( Kasie. Pemerintahan)

Baris Kedua dari kanan : Jotje Wowor (Sekdes Touure), Hendra Tandaju. SE (Sekdes Pinabetengan Utara), Herdy Saroinsong (Sekdes Tompaso II), Daniel Goni, SE (Kasie. Trantib), Drs. Son Dj. Pantow ( Sekdes Pinabetengan), Welly Oroh, SmH (Kasie. Pelayanan Umum) 

Program Unggulan Kecamatan Tompaso Barat 2013


Tompaso Barat Bakal Bangun Monumen Kuda

Penulis: Frangky Wullur | 11/09/2013.
 – Kecamatan  dalam waktu dekat akan segera memulai pembangunan monument . Lokasi pembangunan yaitu pinggir jalan protokol atau jalan masuk menuju pacuan  Tompaso dan Desa Pinabetengan. Hal itu disampaikan Camat   Kepada BeritaManado.com, Selasa (10/9).
Ditambahkan , rencana tersebut adalah salah satu keputusan  Kecamatan Tompaso barat yang dilaksanakan Selasa kemarin.  tersebut nantinya akan menjadi icon, dimana di Wilayah Tompaso memiliki daya tarik, yaitu olahraga berkuda yang sudah sangat terkenal sejak dahulu kala.
“Kami melakukan apa yang kami bisa lakukan. Selebihnya tentu ada yang lebih berwenang. Dalam hal ini sudah ditentukan panitia kerja pembangunan moneymen tersebut. Tentu kami juga nantinya mengharapkan kerjasama dan bantuan seluruh Masyarakat Tompaso Barat untuk memberikan donasi,” ungkapnya. (frangki wullur , Berita Manado.com. 

Mengenal desa Pinabetengan Kecamatan Tompaso Barat


SEJARAH DESA PINABETENGAN
ASAL USUL DESA PINABETENGAN
Mula-mula daerah desa ini masih merupakan kawasan hutan. Kemudian ada beberapa orang tua yang berasal dari desa talikuran Tompaso antara lain: Yohanis Pantow, Willem Singal, Samuel Turangan, albert Tamunu, dan Hendriek Soleran, melalui musyawarah masyarakat untuk merombak kawasan hutan yang ada pada kedudukan desa sekarang. Mereka merombak hutan pada bulan Agustus tahun 1898.
Melihat keadaan tempat yang ternyata baik untuk dijadikan daerah pemukiman atau perkampungan, maka kepada Pemerintah Desa Talikuran Tompaso bersama dengan Ferdinand Kawalo sebagai Tonaas (Pemimpin adat) mengjukan permohonan sesudah mereka bermusyawarah. Permohonan tersebut langsung disetujui oleh pemerintah.
Tonaas Ferdinad Kawalo menyuruh sebelum membuka pemukiman desa yang baru supaya berkunjung dulu ke Watu Pinawetengan untuk mendengar bunyi burung manguni yang baik. Rombongan berangkat pada suatu malam bulan oktober 1898. Dalam pelakasaan tugas mereka Tonaas langsung mendengar bunyi suara burung Manguni (kik) satu kali, maka Tonaas langsung mematahkah lidi satu kali. Ketika bunyi suara burung Manguni telah berlaku Sembilan kali, maka menurut pendapat Tonaas tanda ini merupakan pertanda yang amat baik. Saat itu juga rombongan langsung kembali dengan membawa lidi Sembilan patah, dan terus menuju ke tempat yang dimaksud. Tonaas memasukkan lidi Sembilan patah tersebut pada Sembilan tabung bamboo yang sudah disiapkan, selanjutnya tabung bambu itu dimasukkan kedalam batu yang sudah disiapkan, kemudian di tanam.
Pada keesokan harinya Pemerintah bersama tonaas dan tua-tua kampung menanam patok jalan dan patok kintal maka menurut tonaas, kampung yang baru ini diberi nama Pinabetengan, sesuai dengan tempat mereka mendengar bunyi suara burung Manguni di Watu Pinawetengan.
Demikianlah asal usul berdirinya desa Pinabetengan. Desa Pinabetengan didirikan pada Agustus 1898 dan mendapat pengakuan secara teritorial.
ARTI NAMA
Pinabetengan berasal dari kata “Weteng” yang artinya bahagi. Awalan “Pina” dan akhiran “An” menyatakan tempat. Jadi “Pinabetengan” artinya tempat pembagian. Perubahan huruf W menjadi B diakibatkan oleh awalan “Pina” tersebut.
SEJARAH PENDIDIKAN
Pada tahun 1900 dibuka sekolah rakyat 3 tahun yang diselenggaralam oleh NZG yang disebut Nerderland Zending Genootchap. Kepala sekolah ialah Israel Mumekh dan pembantunya Johanes Kawulur, kemudian Mumekh pindah ke Kanonang dan digantikan oleh Alanos Salaki.
Pada tahun 1903 sekolah tersebut mulai mendapat subsidi dari pemerintah. Pada tahun 1923 dibuka SR RK dengan kepala sekolahnya ialah G.J. Mewegnkang. Tahun 1968 didirikanlah TK GMIM (Asuhan dari Kaum Ibu GMIM). SD Inpres didirikan pada tahun 1979, sedangkan untuk SMP LKMD Pinabetengan nanti didirikan pada tahun 1988, kemudian menjadi SMP Negri 2 Tompaso. Dan sekarang telah didirikan pula SMA Pinabetengan oleh swadaya masyarakat.

Minahasa

Asal Usul Suku Minahasa

Di tanah Minahasa sendiri kaum pendatang mempunyai ciri seperti:
Kaum Kuritis yang berambut keriting, Kaum Lawangirung (berhidung pesek), Kaum Malesung/ Minahasa yang menurunkan suku-suku :Tonsea, Tombulu, Tompakewa, Tolour, Suku Bantenan (Pasan,Ratahan),Tonsawang, Suku Bantik masuk tanah minahasa sekitar tahun 1590.


Nona Manado

Suku Minahasa atau Malesung mempunyai pertalian dengan suku bangsa Filipina dan Jepang, yang berakar pada bangsa Mongol didataran dekat Cina. Hal ini nyata tampak dalam bentuk fisik seperti mata, rambut, tulang paras, bentuk mata, dll.

Dalam bahasa, Bahasa Minahasa termasuk rumpun bahasa Filipina. Tetua- tetua Minahasa menurunkan sejarah kepada turunannya melalui cerita turun temurun (biasanya dilafalkan oleh Tonaas saat kegiatan upacara membersihkan daerah dari hal- hal yang tidak baik bagi masyarakat setempat saat memulai tahun yang baru dan dari hal kegiatan tersebut diketahui bahwa Opo Toar dan Opo Lumimuut adalah nenek moyang masyarakat Minahasa, meskipun banyak versi tentang riwayat kedua orang tersebut.

Keluarga Toar Lumimuut sampai ketanah Minahasa dan berdiam disekitar gunung Wulur Mahatus, dan berpindah ke Watuniutakan (dekat Tompaso Baru sekarang dan dengan kehidupan pertanian yang sarat dengan usaha bersama dengan saudara sekeluarga/ taranak tampak dari berbagai versi tarian Maengket) Sampai pada suatu saat keluarga bertambah jumlahnya maka perlu diatur mengenai interaksi sosial didalam komunitas tersebut, yang melalui kebiasaan peraturan dalam keturunannya nantinya menjadi kebudayaan Minahasa.


Musik Klarinet khas Minahasa

Demikian juga dengan isme atau kepercayaan akan sesuatu yang lebih berkuasa atas manusia sudah dijalankan diMinahasa sejak awal.
Tingkatan atau status sosial diatur sbb :

Golongan Makasiow (pengatur ibadah yang disebut Walian/ Tonaas) hingga saat ini istilah yang dipakai adalah 2 X 9 ( 9 orang tonaas yang menempati posisi antara Sang penguasa dengan Surga dan Bumi, Baik tidak Baik, dan semua hal tentang keseimbangan Golongan Makatelu pitu (pengatur/ pemerintah dengan gelar Patu’an atau 3 X 7 Teterusan/ kepala desa dan pengawal desa disebut Waranei ( 7 orang pengatur/ pemerintah) Golongan Makasiow Telu 9 x 9.

Seiring waktu, jumlah penduduk bertambah, tempat tinggal mulai padat dan lahan terbatas, maka keturunan Toarlumimuut berpencar tumani (membuka lahan baru)untuk kelangsungan taranak mereka serta Golongan Pasiyowan Telu (rakyat) Sejak awal bangsa Minahasa tiada pernah terbentuk kerajaan atau mengangkat seorang raja sebagai kepala pemerintahan Kepala pemerintah adalah kepala keluarga yang gelarnya adalah Paedon Tu’a atau Patu’an yang sekarang kita kenal dengan sebutan Hukum Tua. Kata ini berasal dari Ukung Tua yang berarti Orang tua yang melindungi. Ukung artinya kungkung = lindung = jaga. Tua : dewasa dalam usia, berpikir, serta didalam mengambil Kehidupan demokrasi dan kerakyatan terjamin Ukung Tua tidak boleh memerintah rakyat dengan sewenang-wenang karena rakyat itu adalah anak-anak dan cucu-cucunya, keluarganya sendiri Sebelum membuka perkebunan, berunding dahulu dan setelah itu dilakukan harus dengan mapalus Didalam bekerja terdapat pengatur atau pengawas yang di Tonsea disebut Mopongkol atau Rumarantong, di Tolour disebut Sumesuweng.
Di Minahasa tidak dikenal sistim perbudakan, sebagaimana lasimnya di daerah lain pada saman itu, seperti di kerajaan Bolaang,Sangir, Tobelo, Tidore dll. Hal ini membuat beberapa dari golongan Walian Makaruwa Siyow (eksekutif ingin diperlakukan sebagai raja. seperti raja Bolaang, raja Ternate, raja Sanger yang mereka dengar dan temui disaat barter bahan bahan keperluan rumah tangga.



Setelah cara tersebut dicoba diterapkan dimasyarakat Minahasa oleh beberapa walian/hukum tua timbul perlawanan yang memicu terjadinya pemberontakan serentak di seluruh Minahasa oleh golongan rakyat /Pasiyowan Telu, Alasannya karena, bukanlah adat pemerintahan yang diturunkan Opo Toar Lumimuut, dimana kekuasaan dijalankan dengan sewenang-wenang. Akibat pemberontakkan itu, Tatanan kehidupan di Minahasa menjadi tidak menentu, peraturan tidak diindahkan Adat istiadat rusak, Perebutan tanah pertanian antar keluarga Hal ini membuat golongan makarua/makadua siow (tonaas) merasa perlu mengambil tindakan pencegahan dengan mengupayakan musyawarah raya yang dimotori oleh Tonaas-tonaas senior dari seluruh Minahasa di Watu Pinabetengan.


Luas Minahasa pada jaman ini adalah dari pantai likupang, Bitung sampai ke muara sungai Ranoyapo ke gunung Soputan, gunung Kawatak dan sungai Rumbia Wilayah setelah sungai Ranoyapo dan Poigar, Tonsawang, Ratahan, Ponosakan adalah termasuk wilayah kerajaan Bolaang Mongondow, sampai kira-kira abad ke 14.
Dalam musyawarah yang dihadiri oleh seluruh keturunan Toar Lumimuut, memilihTonaas Kopero dari Tompakewa sebagai ketua yang dibantu anggota Tonaas Muntuuntu dari Tombulu dan Tonaas Mandey dari Tonsea.mereka bertugas untuk konsolidasi ketiga golongan Minahasa tsb.
Hasil-hasil musyawarah tsb, pada sebagian orang dikaitkan dengan nama tempat berlangsung musyawarah yang dikenal saat sekarang dengan Watu Pinawetengan ( batu tempat dimana mereka bersatu untuk kemudian membagi) bertujuan untuk mengembalikan adat yang diwariskan Toar Lumimuut. 9 pokok hasil musyawarah yaitu:
Kepala pemerintahan dipilih dari yang tua, jujur, berani, wibawa, kuat dan berani maju dalam segala hal, segala usaha harus dimusyawarahkan.
Dewan tua-tua (Patuosan) yang mengawasi jalannya pemerintahan oleh Hukum Tua, Mempertahankan kebiasaan yang sudah baik. (Kenaramen memperketat wibawa orang tua kepada anak-anak perempuan dan laki-laki sama kedudukannya, Pesan tua-tua jangan diremehkan. Sejak saat itu pemerintahan di Minahasa dipegang oleh Rakyat (Pasiowan Telu) karena demokrasi mulai diterapkan Keputusan penting yang lain adalah membagai wilayah Minahasa menjadi 4 wilayah Tontewoh, Tombulu, Tompakewa, Tolour. Istilah Tontewoh diganti Tonsea pada tahun 1679 sedangkan istilah Tompakewa diganti Tontemboan pada tahun 1875.

Setelah selesai musyawarah di Watu Pinabetengan, setiap anak suku Tanah Malesung/ Minahasa yaitu 4 anak suku yang merdeka dan dipimpin tonaas masing masing kembali dengan para walak( pemerintahan otonom) kumpulan beberapa desa/ wanua. Suku Tonsea dipimpin Tonaas Walalangi dan Tonaas Rogi berangkat menuju ke arah Timur Laut disebelah Timur Tenggari.

Suku Tombulu ke Utara dipimpin Tonaas Walian Mapumpun, Tonaas Belung dan Tonaas Kekeman ke Majesu. Suku Tolour berangkat ke Timur ke Atep dipimpin Tonaas Singal. Suku Tontemboan berangkat ke Barat Laut menempati Kaiwasian sekitar Tombasian. Anak suku Tonsea dari Niaranan, suku Tonsea pindah ke Kembuan. Di daerah tersebut banyak tumbuh kayu sea yang digunakan sebagai obat. Itulah sebabnya mereka menyebut suku mereka Tou un sea atau Tonsea. Keluarga dari Kembuan sebagai berikut:
  1. Keluarga Tonaas Rurugala menempati daerah Walantakan
  2. Keluarga Tonaas Wenas menempati daerah Sinalahan.
  3. Keluarga Tonaas Roringtudus menempati daerah Tiwoho.
  4. Keluarga Tonaas Maramis menempati daerah Kinarepuan
  5. Keluarga Tonaas Roringwailan menempati daerah Kuhun.
  6. Keluarga Tonaas Sigarlaki dan Tonaas Maidangkai menempati daerah Maandon.

Keluarga Tonaas Runtukahu, menempati daerah Kumelembuai. Keluarga Tonaas Kapongoan dan Tonaas Dotulung menempati daerah Kema. Abad ke-15 Tonaas Dotulung, Tonaas Tidajoh, Tonaas Koagou menguasai daerah Dimembe. Salah satu hal yang menonjol di Tonsea adalah tetap adanya satu walak/ anak suku Tonsea. Tonsea tetap utuh satu dibawah Tonaas Dotulung yang kemudian namanya dirubah menjadi Dotulong.

Sumber: Kawanua